Gk7qp1DNYQGDurixnE7FWT3LyBvSK3asrvqSm057
Bookmark

Sebagai Orangtua, Siapapun Pasti Tidak Suka Jika Anak Mereka...

Cerita Anakku yang Ranking ke-23 dari 25 Anak

Calon Guru berbagi Artikel Inspiratif Anakku yang Ranking ke-23 dari 25 Anak. Sebelumnya catatan yang sangat baik dan sangat berhubungan dengan catatan berikut ini, yaitu tentang Hasil Belajar Anak: Nilai Raport Atau Ranking Bukanlah Hal Yang Utama.

Catatan yang kita sharing-kan disini tentang bagaimana seorang ibu yang menceritakan anak perempuannya yang selalu mendapat ranking ke-23 dari 25 anak. Memang di kelas tersebut masih ada ranking 24 dan ranking 25 tetapi karena ranking 23 selalu jatuh pada anak perempuan mereka setiap kenaikan kelas sehingga lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini.

Sebagai orangtua, siapapun pasti tidak senang atau tidak suka jika anak mereka dipanggil dengan pangilan yang kurang enak didengar. Tetapi meskipun dipanggil seperti itu si anak tidak merasa keberatan dengan panggilan itu. Jadi, jika teman-teman di sekolahnya akan memanggil dia dengan panggilan itu, dia tidak akan keberatan, tetap membalaa pangilan temannya dengan baik dan sopan.

Pada suatu ketika pada sebuah acara keluarga besar, kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang seperti umumnya keluarga besar berkumpul adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Disini jagoan keluarga adalah anak-anak. Anak-anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek, polisi bahkan presiden. Semua orangpun bertepuk tangan. Anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang tiba-tba teringa kalau kalau hanya anak perempuanku saja yang belum mengutarakan cita-citanya.

Karena semua menanyakan dan didesak oleh orang banyak, akhirnya dia menjawab:

"Saat aku dewasa, cita-citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK (Taman Kanak-kanak), memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main".

Hanya karena subuah kesopanan, keluarga dan semua orang tetap memberikan tepuk tangan dan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua. Diapun menjawab:
"Saya ingin menjadi seorang ibu bagi anak-anak saya nantinya, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk melihat bintang".

Kami semua keluarga besar saling pandang tanpa tahu harus berkata apa. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali. Sepulangnya kami kembali ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK?
Anak kami sangat mudah diatur dan penurut, sekarang dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain.

Bagaikan seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sore dan les belajar malam hari sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai tiba waktunya dimana tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi, dia terserang flu berat dan radang paru-paru. Meskipunusaha yang dilakukan sepertinya sudah maksimal tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23. Kami sama seperti orangtua lainnya yang sangat sayang pada anak, namun kami sungguh tidak tahu lagi bagaimana memahami akan nilai sekolahnya.

Pada suatu minggu kami ikut acara dari kantor, teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang membawa serta anak-anak dan keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan canda dan tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya. Karena anak kami tidak punya keahlian khusus seperti anak-anak lainnya jadi hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan.

Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali tapi tampaknya juga senang, bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik. Ketika makan, ada satu kejadian tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Mereka berdua ngotot dan tidak ada yang mau melepaskannya, juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua membujuk mereka, namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.

Ketika pulang, jalanan macet. Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku justru berani membuat guyonan dan terus membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangan kecilnya juga tidak pernah berhenti selalu melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Pada saat ditujuan akhir bus untuk pulang kerumah masing-masing, ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas hewan shio-nya masing-masing. Mereka terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari guru wali kelas anakku. Pertama kali kabar yang aku dapat adalah kabar kalau rangking sekolah anakku tetap 23. Tetapi guru wali kelasnya mengatakan bahwa ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun menjadi guru dan mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI dan APA ALASANNYA.

Semua teman sekelasnya menuliskan nama: ANAKKU!

Teman-teman anakku satu kelasnya mengatakan anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak berteman, dan banyak lagi. Ibu guru wali kelas memberi pujian: “Anak ibu ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu”.

Saya bercanda pada anakku, "Suatu saat kamu akan jadi pahlawan"

Anakku yang sedang merajut selendang leher dengan sigap menjawab : “Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”

"IBU... AKU TIDAK MAU JADI PAHLAWAN... AKU MAU JADI ORANG YANG BERTEPUK TANGAN DI TEPI JALAN"
Aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku.

Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi seorang pahlawan. Namun Anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak terlihat. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi ialah yang mengokohkan.

Jika ia bisa Sehat, jika ia bisa hidup dengan Bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hatinya, MENGAPA ANAK-ANAK KITA TIDAK BOLEH MENJADI SEORANG BIASA YANG BERHATI BAIK dan JUJUR

Mari sayangi anak kita dan kisah ini untuk guru dan orang tua yang mencintai Anaknya dan berusaha membuat hidup mereka lebih baik tetapi tidak memaksakan apa yang mereka inginkan pada anak-anak mereka.

Catatan orang tua ini juga menjadi catatan yang baik kepada kita Bapak/ibu guru agar kita juga bisa melihat hal-hal positif dari anak-anak yang kita didik di sekolah. Hal-hal baik yang bisa kita lihat bukan semata hanya karena anak-anak yang kita ajari dapat menerima teorema-teoram ayng kita ajarkan dari bidang mata pelajaran yang kita ajarkan.

Oh iya... sampai saat ini saya juga masih mencari orangtua yang menuliskan kisah ini pertama kali dan mempublikasikan tulisan ini pada media sosial atau mungkin blog pribadi. Saya mau ucapkan terima kasih untuk tulisan inspiratifnya dan membuat di bawah ini nama penulisnya. Jika Anda mengetahuinya mohon infokan kepada saya, Terima Kasih.

Catatan Sebagai Orangtua, Siapapun Pasti Tidak Suka Jika Anak Mereka ... di atas sifatnya "dokumen hidup" yang senantiasa diperbaiki atau diperbaharui sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Catatan tambahan dari Anda untuk admin diharapkan dapat meningkatkan kualitas catatan ini 🙏 CMIIW.

JADIKAN HARI INI LUAR BIASA!
Ayo Share (Berbagi) Satu Hal Baik.
Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki.
Bung Hatta
close